Dr. H. Suparno, S.H., M.H., MM. Akademisi Universitas Borobudur | Pakar Hukum Firma Hukum Maps Lawyer Indonesia | Direktur Nasional Bantuan Hukum (Bahu) Prabowo
Pendahuluan
Dalam praktik penegakan hukum di Indonesia, terlalu sering kita melihat benturan antara hukum positif dengan cita-cita keadilan sebagaimana dikaji dalam filsafat hukum. Salah satu kasus yang mengemuka belakangan ini adalah penyebutan nama Budi Arie Setiadi, Menteri Komunikasi dan Informatika, dalam gugatan yang mengaitkannya dengan aliran dana dari praktik judi online.
Penting bagi kita untuk tidak sekadar melihat kasus ini dari sudut pandang legal formal (positivistik), tetapi juga meninjau dari dimensi normatif dan filosofis hukum: Apakah tindakan menyeret nama seseorang tanpa bukti yang terverifikasi mencerminkan nilai-nilai keadilan? Bagaimana asas-asas dasar hukum dipahami dan ditegakkan dalam konteks ini?

Akademisi Universitas Borobudur | Pakar Hukum Firma Hukum Maps Lawyer Indonesia | Direktur Nasional Bantuan Hukum (Bahu) Prabowo
—
1. Filsafat Hukum: Antara Legalitas dan Legitimasi
Filsuf hukum Gustav Radbruch menyatakan bahwa ketika hukum positif (undang-undang) sangat bertentangan dengan keadilan, maka keadilan harus diutamakan. Tuduhan terhadap seseorang tanpa landasan bukti sah mengabaikan prinsip ini, karena hukum justru digunakan untuk mencederai reputasi dan martabat seseorang, alih-alih melindungi hak-haknya.
Dari sudut pandang Hans Kelsen, hukum dipandang sebagai sistem norma yang bertingkat (Stufenbau theory), di mana norma-norma harus berasal dari norma dasar (grundnorm). Dalam hal ini, asas praduga tak bersalah (presumption of innocence) adalah bagian dari norma dasar sistem hukum pidana yang tidak boleh dilanggar. Ketika norma ini disisihkan oleh tekanan publik atau opini, maka yang terjadi adalah keruntuhan legitimasi hukum itu sendiri.
—
2. Norma Hukum dan Hak Subjektif Warga Negara
Dalam norma hukum positif Indonesia, baik melalui KUHAP maupun konstitusi (UUD 1945), setiap individu dijamin haknya untuk tidak dipidana kecuali atas dasar putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap. Penempatan nama Budi Arie dalam gugatan atau opini yang berkonotasi tuduhan pidana tanpa alat bukti, telah menyalahi asas legalitas (nullum crimen sine lege, nulla poena sine lege).
Lebih jauh, hak atas nama baik (right to reputation) adalah bagian dari hak asasi manusia yang dilindungi hukum. Dalam konteks ini, norma hukum bersifat protektif – menjaga agar tidak terjadi kriminalisasi tanpa proses dan bukti.
—
3. Kritik terhadap Etika Penegakan Hukum dan Kultur “Trial by Public”
Filsafat hukum juga tidak bisa dilepaskan dari etika hukum (legal ethics), yaitu bagaimana hukum ditegakkan bukan hanya secara prosedural, tetapi secara bermoral. Jika sebuah tuduhan dilemparkan tanpa ada investigasi transparan dan bukti objektif, maka proses hukum berubah menjadi alat pembunuhan karakter — melanggar norma moral, etika hukum, dan prinsip keadilan sosial.
Di sinilah bahayanya ketika publik, media, atau bahkan aparat penegak hukum terjebak dalam “trial by public”. Kita kembali pada peringatan dari Lon L. Fuller, bahwa hukum hanya akan menjadi sistem yang bermakna bila ditaati dalam semangat moral dan keteraturan. Jika hukum dijalankan secara serampangan dan tidak proporsional, maka hukum telah kehilangan jiwanya sebagai penjaga keadilan.
—
4. Konteks Tanggung Jawab Jabatan dan Konstruksi Kesalahan
Secara normatif, jabatan Menteri Kominfo memiliki kewenangan terbatas terkait penindakan terhadap judi online. Kominfo berwenang memblokir situs, bukan menyelidiki atau menindak transaksi ilegal. Jika terjadi kebocoran atau kelalaian dalam sistem pemantauan, maka hal itu perlu diuji dalam mekanisme administratif dan evaluasi kelembagaan, bukan serta-merta dijadikan landasan tuduhan pidana individu.
Mengkonstruksikan kesalahan individual tanpa dasar audit forensik, laporan keuangan yang transparan, dan bukti aliran dana resmi, bukan hanya cacat secara hukum, tapi juga tidak etis secara filosofis.
—
Penutup: Tegakkan Hukum, Jangan Giring Opini
Sebagai akademisi dan praktisi hukum, saya menyerukan agar setiap dugaan yang menyangkut pejabat publik harus diuji secara ilmiah, adil, dan transparan. Penegakan hukum harus berlandaskan etika hukum, filsafat keadilan, dan norma konstitusional, bukan diarahkan oleh gelombang opini atau kepentingan sesaat.
Budi Arie adalah warga negara yang memiliki hak konstitusional untuk tidak dijadikan objek kriminalisasi sebelum pembuktian sah dilakukan. Jika tidak, maka kita telah membuka ruang kehancuran prinsip negara hukum yang kita junjung bersama.