Analisis Hukum Terhadap Tuduhan kepada Budi Arie: Antara Fakta, Hukum, dan Keadilan

Oleh Nurita H, SH, CCA, CCSA, CBLC – CEO Firma Hukum Maps Lawyer Indonesia

Pendahuluan: Keadilan Tidak Lahir dari Kecurigaan

Sebagai praktisi hukum pidana dan pakar Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), saya memandang penting untuk memberikan tanggapan profesional terhadap isu hukum yang menyeret nama Bapak Budi Arie Setiadi, mantan Menteri Komunikasi dan Informatika, yang saat ini menjadi sasaran pemberitaan terkait dugaan penerimaan dana dari situs judi online.

Sebagai warga negara, Budi Arie berhak atas asas praduga tak bersalah (presumption of innocence) sebagaimana dijamin oleh Pasal 8 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman. Tuduhan yang dilemparkan kepada beliau—yang hingga kini belum didukung bukti yang sahih dan dapat diuji secara hukum—lebih mencerminkan kegaduhan opini dibanding penegakan keadilan.

Nurita H, SH, CCA, CCSA, CBLC – CEO Firma Hukum Maps Lawyer Indonesia

1. Aspek Hukum Pidana: Tidak Ada Peristiwa Pidana Tanpa Bukti

Dalam konteks hukum pidana, prinsip utama yang tidak bisa ditawar adalah asas nullum crimen sine lege, nulla poena sine lege — tidak ada kejahatan dan tidak ada hukuman tanpa ketentuan undang-undang.

Untuk dapat menjerat seseorang dalam dugaan tindak pidana, termasuk dugaan penerimaan dana hasil kejahatan, harus terlebih dahulu dibuktikan unsur-unsur sebagai berikut:

1. Terjadi transfer dana dari entitas terlarang (dalam hal ini situs judi online).

2. Dana tersebut masuk ke rekening pribadi atau institusional yang memiliki keterkaitan dengan subjek hukum (Budi Arie).

3. Ada niat jahat (mens rea) dan perbuatan nyata (actus reus) dari penerimaan dana tersebut, serta

4. Bukti forensik transaksi yang dapat diverifikasi secara digital, legal, dan akuntabel.

Sampai saat ini, tidak ada satu pun pernyataan resmi dari aparat penegak hukum yang menyatakan keempat unsur tersebut terpenuhi. Maka, dari sudut pandang hukum pidana murni, tidak terdapat cukup alasan untuk mengatakan telah terjadi tindak pidana yang dapat dibebankan kepada Budi Arie.

2. Aspek UU ITE dan Forensik Digital: Potensi Rekayasa Siber dan Perang Opini

Sebagai pakar forensik digital dan peneliti dalam bidang cyberlaw, saya menegaskan bahwa:

Bukti digital harus bersifat otentik, tidak termodifikasi, dapat diaudit, dan melalui proses verifikasi dengan metode forensik digital sesuai standar ISO/IEC 27037.

Penyebaran informasi terkait dugaan transfer dana tanpa metadata, log server, IP source, atau hash authentication, hanyalah narasi liar yang belum memiliki nilai pembuktian hukum.

Dalam hal ini, bukti yang beredar di media sosial dan grup percakapan belum dapat dikualifikasikan sebagai alat bukti sah sesuai Pasal 184 KUHAP. Bahkan bisa masuk ke dalam kategori pencemaran nama baik digital atau penyebaran informasi palsu, sebagaimana diatur dalam Pasal 27 ayat (3) dan Pasal 28 ayat (1) UU ITE.

3. Potensi Pembingkaian: Indikasi Operasi Politik Digital

Sebagai firma hukum yang juga mengadvokasi banyak kasus character assassination, kami mencium potensi terjadinya pembingkaian sistematis (framing) terhadap Budi Arie, dengan ciri-ciri sebagai berikut:

Opini dibentuk lebih dahulu dari data.

Viralitas lebih tinggi daripada verifikasi.

Media sosial menjadi pengadilan, bukan institusi hukum.

Tidak ada laporan polisi, tapi sudah ada vonis publik.

Dalam banyak kasus serupa, pola ini adalah hasil kerja sistematis dari pihak yang merasa terganggu oleh kebijakan keras terhadap kejahatan siber, terutama blokade besar-besaran situs judi online oleh Kementerian Kominfo era Budi Arie.

4. Hak Konstitusional Budi Arie: Tidak Boleh Ada Intervensi dan Pengkondisian

Sebagai warga negara, Budi Arie memiliki hak konstitusional atas keadilan dan perlindungan hukum. Tidak boleh ada intervensi politik, tekanan publik, atau upaya penggiringan proses hukum yang melanggar prinsip due process of law.

Kami menyerukan kepada:

Aparat penegak hukum, untuk bekerja dengan bukti dan bukan tekanan.

Publik, untuk berpikir kritis dan tidak menelan informasi mentah dari media sosial.

Media, untuk menghormati etika jurnalistik dan asas imparsialitas.

Kesimpulan: Beri Ruang Bagi Keadilan Berbicara

Kami dari MAPS Lawyer Indonesia menyatakan bahwa hingga saat ini, tidak terdapat bukti hukum yang sah, sahih, dan objektif yang dapat mengkaitkan Budi Arie dengan praktik penerimaan dana dari situs judi online. Oleh karena itu, kami menilai tuduhan ini sebagai bentuk penggiringan opini yang berpotensi merusak asas keadilan dan berbahaya bagi iklim penegakan hukum yang sehat di Indonesia.

Keadilan hanya bisa ditegakkan jika semua pihak tunduk pada hukum, bukan pada tekanan opini.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *